Kemarin.
Ya hari itu sangat mengejutkanku, saat seorang pria memeluk erat tubuhku dari belakang yang mendadak lemas saat melihat hasil diagnosa dokter yang menyatakan bahwa aku mengidap penyakit kanker tulang. Menangis tertahan, itu yang aku rasakan. Perasaan bingung masih mengelilingi kepalaku yang terasa sangat berat, tanpa sadar ruangan itu berubah menjadi sangat gelap gelap dan gelap. Aku pingsan.
"Syukurlah kamu siuman" sembari mengelus-elus rambut Hasyra.
"Adi?kok kamu...?" ujar Hasyra kaget.
"Iya, aku mengikutimu dari toko roti tadi" jawabnya tenang.
Rasa kagetnya bertambah saat melihat dengan mata kepalanya sendiri ada Adi. Seorang Pria yang ia kagumi sejak duduk di bangku SMA. Ia pun merasa sangat lemas, lebih lemas dari biasanya.
"Kamu ngapain disini Di? ini pasti kebetulankan?" ujar Hasyra tak percaya.
"Engga, aku mengikutimu Hasyra" jawabnya dengan sedikit gugup.
"Maksudmu apa? aku bener-bener gak ngerti Di" tanya Hasyra dengan sangat heran.
"Sekarang aku antar kamu pulang" ujar Adi sembari merangkulkan tangannya ke pundak Hasyra.
"Tapi kamu belum jawab pertanyaanku!" teriak Hasyra kesal.
"Aku akan jawab, setelah kamu sampai rumah" jawab Adi.
Mereka pun meninggalkan rumah sakit yang terletak di tengah-tengah kota itu. Mobil Adi melaju santai menyusuri jalan kota Bogor, suasana yang terasa sejuk sore itu membuat Hasyra sedikit demi sedikit lupa oleh diagnosa dokter yang menyatakan bahwa Hasyra mengidap kanker tulang. Ia pun terlelap.
"Hallo tuan putri, sudah sampai. Bangun" gugah Adi sembari menepuk pelan pipi Hasyra.
"Oh udah sampe ya, cepet banget" ujar Hasyra sembari membuka seatbelt.
Adi pun membantu Hasyra turun dari mobil, sembari merangkulnya dengan sangat lembut. Banyak pertanyaan yang ingin Hasyra tanyakan pada Adi berkenaan dengan hadirnya pria yang ia kagumi sejak SMA ini.
"Kamu belum jawab pertanyaanku" ujar Hasyra sembari mengikat rambutnya.
"Aku tau kamu lelah setelah seharian bekerja" jawab Adi sembari melangkah menuju dapur.
Hasyra menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan, ia masih tidak percaya akan Adi. "Ini pasti mimpi, ini pasti hanya imajinasiku saja" ujar Hasyra dalam hati. Ia pun mencubit tanganya untuk membangunkannya di mimpi yang sedang berlangsung ini. Tapi, hasilnya Hasyra malah merasakan nyeri pada tanganya sampai-sampai meninggalkan bekas merah. "Ini bukan mimpi!" ujarnya lagi dalam hati. Langakah kaki Adi terdengar sangat jelas saat menghampri Hasyra yang duduk lemas di sofa.
"Ini minum dulu teh-nya, maaf kalau kurang nikmat. Aku kurang bakat dalam menentukan kadar gula yang harus di tuangkan saat membuat teh" ujar Adi yang terlihat cemas. Ia cemas karena takut teh yang ia buatkan umtuk Hasyra malah mebuat Hasyra tambah lemas.
Hasyra pun mencoba meraih teh hangat itu, tapi tangannya sangat terasa lemas. Dengan sigap Adi membantu Hasyra untuk meminum teh yang ia buat.
"Not bad, kamu berbakat kok sekarang Di!" ujar Hasyra sembari tertawa kecil.
"Ah terimakasih" jawab Adi malu.
"Dan sekarang kamu harus jawab pertanyaan aku Adi" paksa Hasyra. "jangan bilang kamu akan mengundurnya lagi dengan berbagai alasan"
"Oke oke, jadi gini Hasyra. Selama 4 tahun setelah kita lulus SMA aku selalu mengikuti kamu kemana pun kamu pergi. Tetapi, beberapa bulan kebelakang aku sempat putus asa akan sikapmu" ujar Adi dengan sedikit gugup.
Perasaan senang sekaligus bingung sangat tergambar jelas di wajah Hasyra. Ia merasa sangat down saat Adi mengatakan sempat putus asa.
"Putus asa?kenapa?" jawabnya terbata.
"Bunga yang aku simpan di depan rumahmu setiap pagi, coklat putih yang aku simpan di meja kantormu, kumpulan novel dan beberapa keping cd film yang selalu aku kirim setiap minggunya dan yang terakhir aku mengirimkanmu sweater coklat yang aku rajut sendiri selalu kamu hiraukan. Bahkan kamu buang. Itu yang membuat aku putus asa" ujar Adi sembari menundukan kepalanya.
Hasyra memang selalu menghiraukan bunga,coklat,kepingan cd,novel,dan sweater yang ia terima. Ia sangat takut pemberian itu dari seorang pria saiko yang selalu mencegatnya setiap ia pulang dari kantor. Ia tidak menyangka bahwa sesunggunhya Adi-lah yang memberikan semuanya itu. Seseorang yang sangat sangat ia kagumi.
"Dan kamu sangat sangat tidak berusaha sedikit pun untuk mencari tahu siapa yang memberikan itu" Adi menambah ucapnnya.
"Adi, bukan gitu. Aku benar-benar gak tau kalo semua pemberian itu dari kamu. Aku pikir itu dari pria saiko yang selalu mencegatku saat aku pulang dari kantor. Bahkan dia pernah tidur seharian di depan rumah untuk bertemu denganku. Apalagi beberapa bulan ini orangtuaku sedang ada di luar kota. Itu yang sangat membuatku takut untuk menerima semua itu. Aku gak maksud seperti itu Adi" jelasnya dengan raut wajah yang sangat merasa bersalah.
"Dan satu lagi yang harus kamu tahu, selama 3tahun di SMA dan selama 4tahun setelah lulus SMA ini, aku sayang sama kamu. Ini hal utama yang membuat aku bertindak seperti ini Ra" ujar Adi lemas.
Tanpa banyak bicara lagi, Hasyra memeluk Adi yang saat itu sedang duduk di depannya.
Esoknya Hasyra memutuskan untuk tidak pergi ke kantor,meningat badannya yang masih lumayan lemas. Ia pun mengambil ponselnya dan memijit nomor yang ia hafal di luar kepala. Semenjak kejadian tadi malam ia sampai lupa mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia mengidap kanker tulang.
"Hallo, ibu?" ucap Hasyra.
"Ya nak? ada apa? lagi dimana sekarang? kok lagi jam ngantor nelfon ibu sih?" jawab ibunya.
Mendengar suara ibunya, Hasyra mengurungkan niatnya untuk memberi tahu kepada ibu dan ayahnya. Perasaan tidak tega sangat jelas ia rasakan.
"Engga ada apa-apa kok bu, aku cuman kangen aja. Udah lama gak telfon. Aku meliburkan diri bu, habisnya aku cape.. hehe" jawabnya berusaha menenagkan diri.
"Oalah nak, pemalesan kamu ini. gimana mau sukses" jawab ibu Hasyra. Terdengar dengan jelas suara ayah di samping ibunya ia pun langsung meminta untuk bicara pada ayahnya.
"Hehe baru sekali ini kok bu, bu ada ayah kan? aku mau ngomong dong" jawab Hasyra
"Hallo Hasyra.." ucap ayah, suaranya yang berat dan khas sangat jelas menunjukan bahwa itu ayahnya.
"Hallo ayah, apa kabar? kapan pulang?" jawab Hasyra.
"baik nak, di usahakan 3minggu lagi. Pekerjaan ayah dan ibu masih numpuk" jelas ayah.
Terdengar suara bel rumah Hasyra yang jelas menunjukan ada sesorang yang mampir kerumahnya.
"Oh begitu yah, eh yah ada yang mampir kerumah yah. Nanti aku telfon lagi. Salam ke ibu ya yah" jawab Hasyra, dengan tergesa-gesa ia langsung melemparkan ponselnya. Ia langsung berjalan ke arah pintu. Dengan langkahnya yang sangat pelan, tulangnya terasa sangat linu dan sakit.
"Hallo..."
Ternyata Adi, Hasyra dengan cepat mempersilahkan Adi untuk masuk.
"Ini buat kamu" ujar Adi sembari memberikan se-bucket mawar biru. Adi benar-benar tahu bunga yang Hasyra suka.
"Terimakasih Adi..." ucap Hasyra sembari mencium mawar itu, wanginya masih sangat fresh.
"Sama-sama Hasyra, udah makan belum?" ujar Adi dengan penuh perhatian.
"Belum Di, mau gerak aja sakit." jawab Hasyra
"Yaudah sekarang kita makan yuk, aku mau ajak kamu ke tempat yang kamu suka" ucap Adi.
"Hm boleh, tunggu yah aku ganti baju dulu" sambil berusaha berdiri.
"Aku bantu yah" ucap Adi sembari membantu Hasyra untuk berjalan.
Adi tahu persis. Tempat makan ini yang sering Hasyra kunjungi sewaktu pulang dari kantor.
Mereka pun memesan makanan, sambil tertawa dan mengobrol. Kurang lebih 1 jam mereka di tempat makan itu. Mereka pun segera pulang kembali.
Sesampainya dirumah Hasyra, ia merasa sangat lemas. Tulang-tulang yang menempel di Tubuhnya terasa sangat benar-benar sakit.
"Malam ini, aku menginap disini boleh?' ucap Adi.
"Hmm, boleh" jawabnya.
Hujan, malam itu terasa sangat dingin. Saking dinginya angin malam itu menembus kulit Hasyra.
"Ini pake sweaternya" ujar Adi sembari memeberi sweater berwarna abu-abu pada Hasyra.
"Ini bukan sweater aku Di" jawab Hasyra heran.
"Ini yang aku buat sendiri Ra" jawab Adi sembari memakaikan sweater itu pada Hasyra.
"Ohya? kok kamu bisa?" jawab Hasyra heran sesaat sweater hangat itu terpsang di tubuhnya.
"Iya, aku sengaja minta ajari nenekku. Soalnya aku tau kamu sangat menyukai sweater" jawab Adi tenang.
Hasyra benar-benar merasa terpaku. Ia sangat terharu. Benar-benar terharu. Apa yang dia rasakan saat ini sangat membuatnya bahagia walaupun dalam keadaan yang seperti sekarang.
"Wah.. aku pikir itu bakatmu sejak kecil hahaha..." jawab Hasyra sembari tertawa kecil.
"Ah kamu bisa aja" jawab Adi.
"Selamat pagi Hasyra" ujar Adi sembari mencium kening Hasyra.
Hasyra termenung, ia sangat kaget. Euforia bahagia benar-benar ia rasakan.
"Di, mau antar aku ke dokter gak hari ini? aku mau periksa lagi" ujar Hasyra.
"Boleh, dengan senang hati" Adi menjawab.
Sesampainya di rumah sakit, Adi langsung berlali kecil menghampiri suster, ia meminta untuk membawakan kursi roda.
Sang suster itu datang dan membawakan kursi roda pada Hasyra.
"Sudah stadium akhir Hasyra" jelas sang dokter dengan sangat berat hati.
Hasyra hanya duduk lemas, dan tidak mampu untuk mengatakan apa-apa lagi. Beberapa saat kemudian, Adi pun masuk kedalam ruangan sang dokter itu. Hasyra memang sengaja meminta Adi untuk membeli air mineral, agar Adi tidak mengetahui tentang ini.
"Bagaimana dok?'tanya Adi pada sang dokter.
"Kata dokter keadaan aku membaik kok Di" tegas Hasyra, ia dengan sigap menjawab pertanyaan Adi.
"Syukurlah kalau begitu" jawab Adi tenang.
"Ra, hari ini aku harus ke kantor. Maaf ya aku cuman bisa antar kamu" ujar Adi sembari membantu Hasyra turun dari mobil.
"Ohiya, gapapa kok Di. Pekerjaan kamu lebih penting" jawab Hasyra. "hati-hati yah" sembari melambaikan tangannya.
Malam itu, Hasyra menangis. Ini kali pertamanya lagi ia menangis. Terakhir ia menangis saat di tinggal ayah ibunya keluar kota.
Pernyataan dokter yang sangat membuat Hasyra sangat kaget sekaligus sedih. Sudah stadium empat.
Apa hidup aku beberapa minggu lagi? beberapa hari lagi? atau beberapa jam lagi?. Semua yang Hasyra rasakan sangat jauh dari apa yang dia inginkan. Ia selalu ingat, bahwa sejak kecil ia sangat ingin menjadi atlit renang. Mengikuti kejuaraan internasional, dikenal banyak orang, dan membanggakan orangtuanya. Tapi, semuanya terasa sangat rusak. Hasyra merasa sangat gagal. Tangisannya memacah kesunyian rumahnya. Bajunya sangat basah, di basahain air mata yang sangat deras.
Sudah kurang lebih 6hari, Adi menemani hidupnya yang ia rasa sebentar lagi. Orang yang sangat ia kagumi. Dan rasa sayang pada Adi pun makin hari makin bertambah. Adi memberikan perhatian yang sangat lebih pada Hasyra saat keadaannya yang sekarang sangat parah. Hari demi hari Hasyra lewati bersama Adi, ia sangat nyaman dan bahagia. Tetapi, sampai detik ini Adi, Ayah dan Ibu Hasyra tidak mengetahu bahwa penyakit kanker tulang itu sudah stadium empat. Sangat berat untuk Hasyra untuk memberi tahu keadaannya yang sebenarnya pada orang yang ia sayangi selama ini.
Sampai akhirnya....
Untuk ayah, ibu dan Adi
Terimakasih.. terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Terimakasih untuk ayah yang selalu membimbingku dengan sabar, mengajariku dengan penuh kesabaran sejak kecil. Terimakasih telah menjagaku dari pria saiko yang selalu mencegatku saat aku baru pulang dari kantor.Terimakasih untuk semua yang kau usahakan untukku.
Terimakasih untuk ibu, terimakasih yang sebanyak-banyaknya karena telah melahirkanku, menjagaku tiap malam saat aku masih kecil, menyiapkan bekal makanan untuk ku di kantor, menungguku pulang dari kantor sampai tengah malam. Maaf, apabila aku belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian. Maaf aku belum bisa melihat kalian tersenyum bahagia, melihatku berada diatas pelaminan bersama pria yang baik hati yang bisa menjagaku seperti yang kalian inginkan, maaf aku selalu marah-marah saat ada masalah yang seharusnya tidak diluapkan pada kalian, maaf aku selalu membantah apa yang kalian inginkan, maaf aku selalu menghiraukan nasihat kalian. Maaf aku berbohong akan keadaan aku yang sekarang, aku hanya tidak ingin membuat kalian cemas. Terimakasih telah menemani hidupku selama 21tahun ini yang sangat singkat.
untuk Adi,
Terimakasih telah menjagaku selama seminggu ini, saat aku merasa sangat lemah, dan saat aku tahu kalau aku mengidap kanker tulang, dan saat aku membutuhkan orang lain untuk membantu hidupku akhir-akhir ini. Terimakasih atas mawar,coklat,novel,kepingan cd dan sweater yang kamu berikan padaku setiap minggunya. Terimakasih telah membuatku tersenyum di keadaanku yang sekarang. Terimakasih telah menjadi seseorang yang membuatku semangat sekolah saat SMA, terimakasih telah menjadi matahari dalam hidup ku, jujur saat aku tahu kalau sebenarnya aku mengidap penyakit kanker ini harapanku untuk hidup sudah pudar, tetapi saat aku tahu bahwa kamu menyayangiku kamu membuat hidupku lebih cerah. Maaf apabila aku sering membuatmu jengkel, membuat mu kerepotan, dan maaf sebelum aku tahu bahwa kamu yang mengirimkan bunga, novel dan lain-lainnya aku menghiraukan bahkan membuangnya.
Sengaja surat ini aku buat untuk kalian, aku tahu akan ada cahaya di depan mataku yang sangat menyilaukan mataku, aku takut sebelum ada cahaya itu, aku belum sempat mengutarakan apa yang ingin aku samapaikan pada kalian.
Sekali lagi aku ingin mengatakan terimakasih dan maaf yang sebanyak-banyaknya untuk kalian.
Sekali lagi, Untuk Adi. Sebenarnya sejak SMA juga aku sudah mengaggumimu. Dan aku juga sayang sama kamu Di....
With love
Hasyra Putri Kusuma♥