Kamis, 10 Mei 2012

Nyatanya

Seharusnya kita bisa berlindung dibalik awan cerah. Tetapi nyatanya, kita hanya bersembunyi di balik awan gelap. Seharusnya kita bisa se-tegar karang. Tetapi nyatanya, kita bukan seperti karang. Seharusnya kita bisa berjalan lurus seperti roda. Tetapi nyatanya, kita bukan roda yang bisa berjalan lurus, tapi belok. Seharusnya kita bisa seperti peri. Tetapi nyatanya, kita hanya bermimpi.
Seharusnya kita bisa saling menjaga. Tetapi nyatanya, kita hanya ingin dijaga. Seharusnya kita mandiri. Tetapi nyatanya, kita tidak pernah ingin mandiri. Seharusnya kita realistis. Tetapi nyatanya, kita tidak bisa menerima apa adanya. Seharusnya kita bisa mengerti. Tetapi nyatanya, kita hanya ingin selalu dimengerti.
Seharusnya kita bisa sadar. Tetapi nyatanya, kita hanya bisa sadar dalam keadaan tertentu. Seharusnya hukum alam itu kita segani. Tetapi nyatanya, kita lawan dengan seribu ancang-ancang. Seharusnya langit itu bersih. Tetapi nyatanya, dipenuhi dengan dosa kita. Seharusnya kita mengejar hujan. Tetapi nyatanya, kita hanya dikejar hujan.
Seharusnya kita berani, berani karena benar. Tetapi nyatanya, hanya berlindung di balik kesalahan kita.
Seharusnya dewasa itu sikap.Tetapi nyatanya, dewasa itu hanya formalitas. Seharusnya kita bisa mengusap air mata oranglain. Tetapi nyatanya, kita masih terlalu lemah untuk mengusap air mata kita sendiri. Seharusnya kita mengedepankan fakta. Tetapi nyatanya, hanya isu. Seharusnya kita melihat pelangi. Tetapi nyatnya, hanya api. Seharusnya kita bisa melihat matahari di pagi hari. Tetapi nyatanya, hanya kumpulan asap yang terbang dilangit.
Seharusnya air itu dingin. Tetapi nyatanya, air menjadi panas seperti api. Seharusnya balita itu diam. Tetapi nyatanya, mereka kini bertingkah. Seharusnya bohong itu lawan. Tetapi nyatanya, mereka kini menjadi kawan. Seharusnya adzan itu menjadi seruan. Tetapi nyatanya, kini dihiraukan. Seharusnya kata tolong menjadi seruan. Tetapi nyatanya, kini di asingkan. Seharusnya perbedaan menjadi jalan untuk bersatu. Tetapi nyatanya, jadi faktor utama menjadi hancur.

Dan seharusnya semua tidak menjadi Seharusnya

Senin, 07 Mei 2012

Bayangan hitam




"Iya aku lihat dengan mata kepalaku sendiri! Bayangan hitam!" teriaknya lantang.
"Sadar Zora! kamu mengkhayal!" tegas kak Seva.

Sejak kejadian kemarin, kali pertama Zora melewati rumah pak Tono. Setelah ia melawan rasa takutnya yang selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Suara tertawa seorang kakek-kakek selalu ia dengar.
Pak Tono adalah seorang kakek tua, kakek tua yang memiliki penyakit saiko. Sebelum istri dan kedua anakanya meninggal, pak Tono seorang penyair hebat dan dikenal banyak orang. Hidupnya selalu bahagia, memiliki tanah dan restoran yang cukup terkenal. Tetapi semenjak insiden 4Maret 2 tahun silang, hidup pak Tono menjadi semrawut. Pekerjaan menjadi penyair ia tinggalkan, restorannya bangkrut, bahkan tanah-tanahnya sudah habis terjual. Istri dan kedua anaknya meninggal akibat dibunuh oleh komplotan perampok yang menyusup kerumahnya saat tengah malam, kebetulan saat itu pak Tono sedang keluar kota. Hal itu yang menyebabkan pak Tono saiko. 
Dulu, pak Tono sangat dekat dengan keluarga Zora. Rumah pak Tono dan Zora lumayan dekat, hanya dibatasi dengan 3rumah disamping kiri dari rumah Zora. Pak Tono tahu betul segala sesuatu tentang Zora, karena sejak umur 4 tahun keluarga pak Tono dan Zora sudah saling kenal. Bahkan dulu, Zora sering menginap dirumah pak Tono.
2 tahun lalu, keluarga Zora sangat kaget saat mendengar kabar bahwa istri dan kedua anak pak Tono telah meninggal terbunuh. Apalagi orangtua Zora yang pada saat itu sedang berada diluar negeri, mereka pun langsung pulang ke Indonesia saat mendengar kabar itu.
Penyakit saiko yang dimiliki pak Tono membuat Zora sangat ketakutan, apalagi Zora pernah memergoki pak Tono yang sedang menyayat-nyayat badan kucing yang ia ikat di bangku kecil yang sudah lapuk. Seketika Zora berteriak dan menangis, ia menceritakannya pada kak Seva. Penyakit saiko yang dimiliki pak Tono itu membuat keluarga Zora dan tetangga lain sangat terganggu dan ketakutan.

Malam ini semenjak kejadian tadi siang saat Zora melihat bayangan hitam di dalam rumah pak Tono yang terlihat jelas dari jendela luar rumah pak Tono itu, Zora merasa sangat ketakutan. Sekujur tubuhnya merinding. Apalagi malam itu hujan disertai petir. Setiap malam Zora sering mendengar suara tertawa seorang kakek-kakek dan suara langkah kaki yang sangat keras. Hal itu membuat Zora sangat takut, mengingat semua bunyi itu muncul semenjak istri dan kedua anak pak Tono yang meninggal. Dan juga semenjak pak Tono menjadai saiko.
"Ya Tuhan... lindungi Zora....!" rintih Zora sembari menutup kedua telinganya. Suara tertawa seorang kakek-kakek itu ia dengar kembali. 
Zora hanya tinggal ber3 dirumahnya yang lumayan besar itu, kak Seva, Zora, dan Asri pembantunya. Rumah Zora menjadi lebih seram semenjak orangtua Zora kerja di luar negeri.

Tok...tok..tok

Terdengar suara ketukan pintu dari luar pintu kamar Zora. Ia pun langsung menarik selimut bergambar Barbie-nya itu menutupi sekujur tubuhnya sambil memeluk erat boneka Micky Mouse-nya. Bunyi ketukan itu terdengar berulang-ulang.
"Buka Zora!" teriak kak Seva keras.
Zora pun membuka selimutnya itu, ia takut salah dengar. Ia pun memastikan bahwa itu benar-benar suara kak Seva atau bukan.
"Siapa???!" teriaknya ketakutan.
"Ini kakak Zora! Buka cepetan!" 
Zora pun berlari kecil kearah pintu kamarnya sambil tetap memeluk bonekanya.
"Kamu ini gak denger apa pintu dari tadi di ketuk-ketuk?" ujar kak Seva sembari menyimpan susu putih yang ia bawakan untuk Zora dan menyimpannya di meja dekat kasur Zora.
"Ya maaf kak, aku pikir itu bukan kakak... abis aku takut." 
"Takut apasih? kamu tuh menghayal aja! udah cepet minum susunya, terus tidur!" ujar kak Seva sembil berjalan menuju pintu kamar Zora dan keluar.
Zora pun meminum susu yang kak Seva antar tadi, dengan cepat langsung kembali kedalam selimut bergambar Barbie yang sudah menunggunya. 

Esoknya
Dengan pakaian seragam SMA-nya yang sudah rapi, rambut panjang berkepang dua dan tas pink bergambar Barbie yang ia pakai pagi itu, Zora langsung duduk di kursi meja makannya. Ia pun mengambil selembar roti dan mengoleskan selai coklat pada rotinya itu. Lagi lagi dan lagi, pagi itu Zora hanya sarapan sendiri, hanya di temani dengan televisi yang selalu menyala. Di depannya terdapat secarik kertas yang bertuliskan:

Zora hari ini kakak pulang malam, kamu langsung pulang yah jangan main dulu. Kalau mau makan tinggal ambil di kulkas, hari ini Asri sedang pulang kampung. Ibunya sakit.

"Aahhhh!Damn!" gerutu Zora kesal. "kenapa harus pake ada acara pulang kampung segala sih si Asri!"

Jam sudah menunjukan pukul 06.15, Zora pun segera pergi sekolah. Ia mengunci pintu rumahnya dan berdiri di depan gerbang sambil menunggu taksi langganannya yang selalu menunggu di pertigaan jalan dekat rumahnya.

Sesampainya di sekolah, Zora langsung berlari kecil mencari teman se-gank-nya untuk mengajak ke Mall pulang sekolah nanti.
"Asti, pokonya pulang sekolah kita harus main!" ujar Zora dengan nada memaksa. "kasih tau yang lain pokoknya!"
Asti hanya mengangguk. Raut wajah Asti yang benar-benar heran pada sikap Zora hari ini.
Bel istirahat berbunyi. Zora langsung mengambil hp-nya dari saku bajunya, ia menanyakan pada kak Seva benarkah kak Seva akan pulang malam atau tidak.
                 Kak sekarang beneran pulang malem? Jam berapa?

Zora berharap bahwa kak Seva hanya bercanda akan hal itu, meningat kak Seva sering sekali bercanda. Hp Zora pun bergetar, menandakan ada balasan sms.
     Bener Zora, emang kenapa? kira-kira jam 10-an kaka baru keluar kantor. Udah yah jangan sms lagi, lagi rapat.

 Balasan sms kak Seva membuat Zora sangat jengkel. Pikiran-pikiran aneh sudah mengerubuti otak Zora. "Stop!!!!"
Kesibukan kak Seva sangat-sangat membuat Zora sering di tinggal pulang malam. Ia bekerja di salah satu kantor pemasaran prodak makanan yang sangat terkenal. Hal itu yang membuat kak Seva sangat sibuk.

Zora menuggu gank-nya di depan gerbang. Beberapa saat kemudian, Asti datang sambil berlari kecil. "Zor, Shan sama Hasqa gabisa ikut" ujarnya sambil terengah-engah. 
"Terus gimana dong?gue takut dirumah sendiri! Kak Seva pulang malem" ujarnya emosi.
"Yaudah gue temenin, gampang kan? gausah emosi dulu deh" 
Akhirnya mereka pun menaiki taksi langganan Zora menuju salah satu Mall yang berada lumayan dekat dari sekolah Zora.
Kebiasan Zora, ia selalu menghabisan uang mingguannya untuk berbelanja sesuatu yang tidak terlalu penting. Begitu pula dengan temannya Asti. 
Tepat pukul 18:00, Asti dan Zora keluar dari Mall itu. Supir taksi yang tetap setia menunggu Zora di depan Mall sambil menghisap rokoknya.
"Ayo pak. Pulang" ujar Zora.

Zora pulang menyusuri jalan yang ramai lancar. CD album penyanyi terkenal 'Katy Perry' yang selalu ia bawa kemana-mana membuat taksi itu seperti disko berjalan. Volumenya sangat keras.
Arrived home
Zora mngeluarkan uang 200ribu dari dompet pinknya dan memberikan pada tukang taksi itu. "Besok seperti biasa yah pak" ujar Zora.

Zora membuka pintu dan segera berjalan masuk ke dalam, Asti mengikuti dari belakang. Mereka beristirahat sebentar setelah seharian berbelanja.
Zora berjalan menuju kulkas untuk mengambil Jus Apel lalu menuangkannya di 2 gelas. Ia memberikan satu lagi pada Asti.
"Nih As. lo gaakan dimarahin udah malem gini?" tanya Zora
"Engga, gue udah bilang mau nemenin lo" 
"Yaudah lo sekalian  nginep sini aja, gimana?" ujar Zora memberikan tawaran.
"Boleh, gue sms kaka dulu ye suruh bawain baju sama buku pelajaran" jawabnya.

Tepat pukul 22:00. Mereka sudah merebahkan tubuhnya ke kasur. Malam itu hujan disertai petir lagi. Tetapi.. Zora tidak mendengar suara-suara aneh lagi. Ini hal yang ajaib, Zora sangat mensyukuri itu.

Sudah beberapa minggu ini, tidur Zora sangat nyenyak. Ia tidak lagi takut mendengar suara-suara aneh, melewati rumah pak Tono, dan pak Tono itu.
Tanda tanya besar.
Kenapa? ada apa?. Pertanyaan itu yang selalu terlintas di otak Zora. Zora pun menanyakan hal itu pada kak Seva. Tetapi jawabannya nihil. Kak Seva malah mengolok-olok Zora. Makin hari rasa penasaran itu semakin bertambah. Zora pun berlari kecil, menuruni tangga di rumahnya dan membuka pintu utama rumahnya menuju rumah pak Ali, RT komplek rumah Zora.
"Pak Ali, pak Tono masih ada kan dirumahnya??" tanyanya sambil terengah-engah.
"Lho kok Zora gatau sih, Pak Tono kan sudah meninggal setahun yang lalu" jelas pak Ali.
"HAH?!" teriak Zora tak percaya.
"Iya Zora, pak Tono di temukan meninggal tanggal 4Maret setahun yang lalu. Tak ada bekas luka atau apapun di tubuhnya. Dia pun masih menggunakan baju hitamnya yang jarang di ganti itu. Mungkin karena faktor umur." jelas pak Ali. "mungkin kak Seva tidak memberitahu akan hal ini karena ia takut kamu ketakutan."
Zora hanya duduk termenung tak percaya akan perkataan pak Ali yang baru saja ia dengar di telinganya. Otaknya menerawang jauh, memikirkan dan mengingat kembali akan semuanya yang ia alami. Ia pun membuka lagi memori-memori di dalam otaknya untuk memastikan.. 
Ternyata semuanya sama pesis. Dan ternyata itu benar.


Lalu bayangan hitam itu siapa? suara tertawa kakek-kakek itu siapa? 

Minggu, 06 Mei 2012

Seminggu









Kemarin.
Ya hari itu sangat mengejutkanku, saat seorang pria memeluk erat tubuhku dari belakang yang mendadak lemas saat melihat hasil diagnosa dokter yang menyatakan bahwa aku mengidap penyakit kanker tulang. Menangis tertahan, itu yang aku rasakan. Perasaan bingung masih mengelilingi kepalaku yang terasa sangat berat, tanpa sadar ruangan itu berubah menjadi sangat gelap gelap dan gelap. Aku pingsan. 
"Syukurlah kamu siuman" sembari mengelus-elus rambut Hasyra.
"Adi?kok kamu...?" ujar Hasyra kaget.
"Iya, aku mengikutimu dari toko roti tadi" jawabnya tenang.
Rasa kagetnya bertambah saat melihat dengan mata kepalanya sendiri ada Adi. Seorang Pria yang ia kagumi sejak duduk di bangku SMA. Ia pun merasa sangat lemas, lebih lemas dari biasanya.
"Kamu ngapain disini Di? ini pasti kebetulankan?" ujar Hasyra tak percaya.
"Engga, aku mengikutimu Hasyra" jawabnya dengan sedikit gugup. 
"Maksudmu apa? aku bener-bener gak ngerti Di" tanya Hasyra dengan sangat heran.
"Sekarang aku antar kamu pulang" ujar Adi sembari merangkulkan tangannya ke pundak Hasyra.
"Tapi kamu belum jawab pertanyaanku!" teriak Hasyra kesal.
"Aku akan jawab, setelah kamu sampai rumah" jawab Adi.

Mereka pun meninggalkan rumah sakit yang terletak di tengah-tengah kota itu. Mobil Adi melaju santai menyusuri jalan kota Bogor, suasana yang terasa sejuk sore itu membuat Hasyra sedikit demi sedikit lupa oleh diagnosa dokter yang menyatakan bahwa Hasyra mengidap kanker tulang. Ia pun terlelap.
"Hallo tuan putri, sudah sampai. Bangun" gugah Adi sembari menepuk pelan pipi Hasyra.
"Oh udah sampe ya, cepet banget" ujar Hasyra sembari membuka seatbelt.
Adi pun membantu Hasyra turun dari mobil, sembari merangkulnya dengan sangat lembut. Banyak pertanyaan yang ingin Hasyra tanyakan pada Adi berkenaan dengan hadirnya pria yang ia kagumi sejak SMA ini.
"Kamu belum jawab pertanyaanku" ujar Hasyra sembari mengikat rambutnya.
"Aku tau kamu lelah setelah seharian bekerja" jawab Adi sembari melangkah menuju dapur.
Hasyra menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan, ia masih tidak percaya akan Adi. "Ini pasti mimpi, ini pasti hanya imajinasiku saja" ujar Hasyra dalam hati. Ia pun mencubit tanganya untuk membangunkannya di mimpi yang sedang berlangsung ini. Tapi, hasilnya Hasyra malah merasakan nyeri pada tanganya sampai-sampai meninggalkan bekas merah. "Ini bukan mimpi!" ujarnya lagi dalam hati. Langakah kaki Adi terdengar sangat jelas saat menghampri Hasyra yang duduk lemas di sofa.
"Ini minum dulu teh-nya, maaf kalau kurang nikmat. Aku kurang bakat dalam menentukan kadar gula yang harus di tuangkan saat membuat teh" ujar Adi yang terlihat cemas. Ia cemas karena takut teh yang ia buatkan umtuk Hasyra malah mebuat Hasyra tambah lemas.
Hasyra pun mencoba meraih teh hangat itu, tapi tangannya sangat terasa lemas. Dengan sigap Adi membantu Hasyra untuk meminum teh yang ia buat. 
"Not bad, kamu berbakat kok sekarang Di!" ujar Hasyra sembari tertawa kecil.
"Ah terimakasih" jawab Adi malu.
"Dan sekarang kamu harus jawab pertanyaan aku Adi" paksa Hasyra. "jangan bilang kamu akan mengundurnya lagi dengan berbagai alasan"
"Oke oke, jadi gini Hasyra. Selama 4 tahun setelah kita lulus SMA aku selalu mengikuti kamu kemana pun kamu pergi. Tetapi, beberapa bulan kebelakang aku sempat putus asa akan sikapmu" ujar Adi dengan sedikit gugup.
Perasaan senang sekaligus bingung sangat tergambar jelas di wajah Hasyra. Ia merasa sangat down saat Adi mengatakan sempat putus asa.
"Putus asa?kenapa?" jawabnya terbata.
"Bunga yang aku simpan di depan rumahmu setiap pagi, coklat putih yang aku simpan di meja kantormu, kumpulan novel dan beberapa keping cd film yang selalu aku kirim setiap minggunya dan yang terakhir aku mengirimkanmu sweater coklat yang aku rajut sendiri selalu kamu hiraukan. Bahkan kamu buang. Itu yang membuat aku putus asa" ujar Adi sembari menundukan kepalanya.
Hasyra memang selalu menghiraukan bunga,coklat,kepingan cd,novel,dan sweater yang ia terima. Ia sangat takut pemberian itu dari seorang pria saiko yang selalu mencegatnya setiap ia pulang dari kantor. Ia tidak menyangka bahwa sesunggunhya Adi-lah yang memberikan semuanya itu. Seseorang yang sangat sangat ia kagumi.
"Dan kamu sangat sangat tidak berusaha sedikit pun untuk mencari tahu siapa yang memberikan itu" Adi menambah ucapnnya.
"Adi, bukan gitu. Aku benar-benar gak tau kalo semua pemberian itu dari kamu. Aku pikir itu dari pria saiko yang selalu mencegatku saat aku pulang dari kantor. Bahkan dia pernah tidur seharian di depan rumah untuk bertemu denganku. Apalagi beberapa bulan ini orangtuaku sedang ada di luar kota. Itu yang sangat membuatku takut untuk menerima semua itu. Aku gak maksud seperti itu Adi" jelasnya dengan raut wajah yang sangat merasa bersalah.
"Dan satu lagi yang harus kamu tahu, selama 3tahun di SMA dan selama 4tahun setelah lulus SMA ini, aku sayang sama kamu. Ini hal utama yang membuat aku bertindak seperti ini Ra" ujar Adi lemas.
Tanpa banyak bicara lagi, Hasyra memeluk Adi yang saat itu sedang duduk di depannya.

Esoknya Hasyra memutuskan untuk tidak pergi ke kantor,meningat badannya yang masih lumayan lemas. Ia pun mengambil ponselnya dan memijit nomor yang ia hafal di luar kepala. Semenjak kejadian tadi malam ia sampai lupa mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia mengidap kanker tulang.
"Hallo, ibu?" ucap Hasyra.
"Ya nak? ada apa? lagi dimana sekarang? kok lagi jam ngantor nelfon ibu sih?" jawab ibunya.
Mendengar suara ibunya, Hasyra mengurungkan niatnya untuk memberi tahu kepada ibu dan ayahnya. Perasaan tidak tega sangat jelas ia rasakan.
"Engga ada apa-apa kok bu, aku cuman kangen aja. Udah lama gak telfon. Aku meliburkan diri bu, habisnya aku cape.. hehe" jawabnya berusaha menenagkan diri.
"Oalah nak, pemalesan kamu ini. gimana mau sukses" jawab ibu Hasyra. Terdengar dengan jelas suara ayah di samping ibunya ia pun langsung meminta untuk bicara pada ayahnya.
"Hehe baru sekali ini kok bu, bu ada ayah kan? aku mau ngomong dong" jawab Hasyra
"Hallo Hasyra.." ucap ayah, suaranya yang berat dan khas sangat jelas menunjukan bahwa itu ayahnya.
"Hallo ayah, apa kabar? kapan pulang?" jawab Hasyra.
"baik nak, di usahakan 3minggu lagi. Pekerjaan ayah dan ibu masih numpuk" jelas ayah.
Terdengar suara bel rumah Hasyra yang jelas menunjukan ada sesorang yang mampir kerumahnya.
"Oh begitu yah, eh yah ada yang mampir kerumah yah. Nanti aku telfon lagi. Salam ke ibu ya yah" jawab Hasyra, dengan tergesa-gesa ia langsung melemparkan ponselnya. Ia langsung berjalan ke arah pintu. Dengan langkahnya yang sangat pelan, tulangnya terasa sangat linu dan sakit.
"Hallo..." 
Ternyata Adi, Hasyra dengan cepat mempersilahkan Adi untuk masuk.
"Ini buat kamu" ujar Adi sembari memberikan se-bucket mawar biru. Adi benar-benar tahu bunga yang Hasyra suka.
"Terimakasih Adi..." ucap Hasyra sembari mencium mawar itu, wanginya masih sangat fresh.
"Sama-sama Hasyra, udah makan belum?" ujar Adi dengan penuh perhatian.
"Belum Di, mau gerak aja sakit." jawab Hasyra 
"Yaudah sekarang kita makan yuk, aku mau ajak kamu ke tempat yang kamu suka" ucap Adi.
"Hm boleh, tunggu yah aku ganti baju dulu" sambil berusaha berdiri. 
"Aku bantu yah" ucap Adi sembari membantu Hasyra untuk berjalan.

Adi tahu persis. Tempat makan ini yang sering Hasyra kunjungi sewaktu pulang dari kantor.
Mereka pun memesan makanan, sambil tertawa dan mengobrol. Kurang lebih 1 jam mereka di tempat makan itu. Mereka pun segera pulang kembali.
Sesampainya dirumah Hasyra, ia merasa sangat lemas. Tulang-tulang yang menempel di Tubuhnya terasa sangat benar-benar sakit.
"Malam ini, aku menginap disini boleh?' ucap Adi.
"Hmm, boleh" jawabnya.
Hujan, malam itu terasa sangat dingin. Saking dinginya angin malam itu menembus kulit Hasyra. 
"Ini pake sweaternya" ujar Adi sembari memeberi sweater berwarna abu-abu pada Hasyra.
"Ini bukan sweater aku Di" jawab Hasyra heran.
"Ini yang aku buat sendiri Ra" jawab Adi sembari memakaikan sweater itu pada Hasyra.
"Ohya? kok kamu bisa?" jawab Hasyra heran sesaat sweater hangat itu terpsang di tubuhnya.
"Iya, aku sengaja minta ajari nenekku. Soalnya aku tau kamu sangat menyukai sweater" jawab Adi tenang.
Hasyra benar-benar merasa terpaku. Ia sangat terharu. Benar-benar terharu. Apa yang dia rasakan saat ini sangat membuatnya bahagia walaupun dalam keadaan yang seperti sekarang.
"Wah.. aku pikir itu bakatmu sejak kecil hahaha..." jawab Hasyra sembari tertawa kecil.
"Ah kamu bisa aja" jawab Adi.

"Selamat pagi Hasyra" ujar Adi sembari mencium kening Hasyra.
Hasyra termenung, ia sangat kaget. Euforia bahagia benar-benar ia rasakan.
"Di, mau antar aku ke dokter gak hari ini? aku mau periksa lagi" ujar Hasyra.
"Boleh, dengan senang hati" Adi menjawab.

Sesampainya di rumah sakit, Adi langsung berlali kecil menghampiri suster, ia meminta untuk membawakan kursi roda.
Sang suster itu datang dan membawakan kursi roda pada Hasyra.
"Sudah stadium akhir Hasyra" jelas sang dokter dengan sangat berat hati.
Hasyra hanya duduk lemas, dan tidak mampu untuk mengatakan apa-apa lagi. Beberapa saat kemudian, Adi pun masuk kedalam ruangan sang dokter itu. Hasyra memang sengaja meminta Adi untuk membeli air mineral, agar Adi tidak mengetahui tentang ini.
"Bagaimana dok?'tanya Adi pada sang dokter.
"Kata dokter keadaan aku membaik kok Di" tegas Hasyra, ia dengan sigap menjawab pertanyaan Adi.
"Syukurlah kalau begitu" jawab Adi tenang.

"Ra, hari ini aku harus ke kantor. Maaf ya aku cuman bisa antar kamu" ujar Adi sembari membantu Hasyra turun dari mobil.
"Ohiya, gapapa kok Di. Pekerjaan kamu lebih penting" jawab Hasyra. "hati-hati yah" sembari melambaikan tangannya.
Malam itu, Hasyra menangis. Ini kali pertamanya lagi ia menangis. Terakhir ia menangis saat di tinggal ayah ibunya keluar kota.
Pernyataan dokter yang sangat membuat Hasyra sangat kaget sekaligus sedih. Sudah stadium empat.
Apa hidup aku beberapa minggu lagi? beberapa hari lagi? atau beberapa jam lagi?. Semua yang Hasyra rasakan sangat jauh dari apa yang dia inginkan. Ia selalu ingat, bahwa sejak kecil ia sangat ingin menjadi atlit renang. Mengikuti kejuaraan internasional, dikenal banyak orang, dan membanggakan orangtuanya. Tapi, semuanya terasa sangat rusak. Hasyra merasa sangat gagal. Tangisannya memacah kesunyian rumahnya. Bajunya sangat basah, di basahain air mata yang sangat deras.

Sudah kurang lebih 6hari, Adi menemani hidupnya yang ia rasa sebentar lagi. Orang yang sangat ia kagumi. Dan rasa sayang pada Adi pun makin hari makin bertambah. Adi memberikan perhatian yang sangat lebih pada Hasyra saat keadaannya yang sekarang sangat parah. Hari demi hari Hasyra lewati bersama Adi, ia sangat nyaman dan bahagia. Tetapi, sampai detik ini Adi, Ayah dan Ibu Hasyra tidak mengetahu bahwa penyakit kanker tulang itu sudah stadium empat. Sangat berat untuk Hasyra untuk memberi tahu keadaannya yang sebenarnya pada orang yang ia sayangi selama ini. 

Sampai akhirnya....


Untuk ayah, ibu dan Adi

Terimakasih.. terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Terimakasih untuk ayah yang selalu membimbingku dengan sabar, mengajariku dengan penuh kesabaran sejak kecil. Terimakasih telah menjagaku dari pria saiko yang selalu mencegatku saat aku baru pulang dari kantor.Terimakasih untuk semua yang kau usahakan untukku. 
Terimakasih untuk ibu, terimakasih yang sebanyak-banyaknya karena telah melahirkanku, menjagaku tiap malam saat aku masih kecil, menyiapkan bekal makanan untuk ku di kantor, menungguku pulang dari kantor sampai tengah malam. Maaf, apabila aku belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian. Maaf aku belum bisa melihat kalian tersenyum bahagia, melihatku berada diatas pelaminan bersama pria yang baik hati yang bisa menjagaku seperti yang kalian inginkan, maaf aku selalu marah-marah saat ada masalah yang seharusnya tidak diluapkan pada kalian, maaf aku selalu membantah apa yang kalian inginkan, maaf aku selalu menghiraukan nasihat kalian. Maaf aku berbohong akan keadaan aku yang sekarang, aku hanya tidak ingin membuat kalian cemas. Terimakasih telah menemani hidupku selama 21tahun ini yang sangat singkat.

untuk Adi, 

Terimakasih telah menjagaku selama seminggu ini, saat aku merasa sangat lemah, dan saat aku tahu kalau aku mengidap kanker tulang, dan saat aku membutuhkan orang lain untuk membantu hidupku akhir-akhir ini. Terimakasih atas mawar,coklat,novel,kepingan cd dan sweater yang kamu berikan padaku setiap minggunya. Terimakasih telah membuatku tersenyum di keadaanku yang sekarang. Terimakasih telah menjadi seseorang yang membuatku semangat sekolah saat SMA, terimakasih telah menjadi matahari dalam hidup ku, jujur saat aku tahu kalau sebenarnya aku mengidap penyakit kanker ini harapanku untuk hidup sudah pudar, tetapi saat aku tahu bahwa kamu menyayangiku kamu membuat hidupku lebih cerah. Maaf apabila aku sering membuatmu jengkel, membuat mu kerepotan, dan maaf sebelum aku tahu bahwa kamu yang mengirimkan bunga, novel dan lain-lainnya aku menghiraukan bahkan membuangnya.

Sengaja surat ini aku buat untuk kalian, aku tahu akan ada cahaya di depan mataku yang sangat menyilaukan mataku, aku takut sebelum ada cahaya itu, aku belum sempat mengutarakan apa yang ingin aku samapaikan pada kalian.
Sekali lagi aku ingin mengatakan terimakasih dan maaf yang sebanyak-banyaknya untuk kalian.

Sekali lagi, Untuk Adi. Sebenarnya sejak SMA juga aku sudah mengaggumimu. Dan aku juga sayang sama kamu Di....

                                       



                                             With love

                                        Hasyra Putri Kusuma